Jakarta – Banyak Negara yang saat ini diketahui tengah ikut mengantre bantuan dari Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) terus bertambah jumlahnya.
Sebelumnya tepatnya pada Oktober tahun lalu diketahui jika jumlahnya masih berada di angka 28 negara, Namun kini menginjak awal tahun diketahui saat ini telah bertambah menjadi 30 negara.
Dalam hal ini Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, bahwa bertambahnya negara yang menjadi pasien IMF ini menandakan krisis ekonomi global ke negara berkembang menjadi sangat riil dan makin banyak.
“Beberapa negara sedang berkembang yang sudah masuk kepada IMF itu lebih dari 30 dan sudah antre juga 30,” ujarnya saat ditemui oleh sejumlah rekan media dalam jumpa pers nya.
Menurut Airlangga, saat inisejumlah negara-negara global termasuk Indonesia tengah menghadapi masa resesi dunia, dimana peningkatan inflasi, dan ancaman stagflasi makin banyak.
|Baca Juga: Sri Mulyani: 3 Negara Asia Jadi Pasien IMF, 63 Negara Terlilit Utang
Selain itu ditambah lagi dengan adanya ketegangan geopolitik antara Ukraina dan Rusia yang belum selesai menyebabkan seluruh negara menghadapi krisis pangan, energi, dan keuangan serta perubahan iklim.
“Pemerintah perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global, baik yang terkait dengan ekonomi dan juga terkait dengan geopolitik,” tegasnya kemudian.
Pada Oktober tahun lalu, diketahui jika Presiden Joko Widodo telah lebih dulu menyebutkan, sebanyak 28 negara sedang mengantre untuk meminta bantuan keuangan ke IMF untuk memperbaiki perekonomiannya. Pasalnya, kini satu per satu negara tumbang karena krisis dan inflasi yang tinggi.
Hal ini akibat dari ketidakpastian dan volatilitas yang tinggi akibat geopolitik hingga perubahan iklim. “Tadi saya mendapatkan informasi dari pertemuan di Washington DC, 28 negara sudah antre di markasnya IMF, menjadi pasien,” ujar Presiden Jokowi saat membuka acara Investor Daily Summit 2022 di Jakarta Convention Center, Selasa (11/10/2022).
Selain itu diketahui jika Presiden Jokowi menyebutkan, bahwa prediksi pertumbuhan ekonomi global pada 2023 ini juga sudah direvisi dari sebelumnya 3 persen kini hanya 2,2 persen secara year on year. Berbagai bank sentral negara lain juga sudah menaikkan suku bunga acuan untuk menarik investor.
Meski demikian, tidak semuanya berhasil menggunakan suku bunga sebagai alat untuk keluar dari krisis dan inflasi yang tinggi. “Dengan situasi yang ada sekarang ini, negara mana pun dapat terlempar dengan cepat keluar jalur dengan sangat mudahnya apabila tidak hati-hati dan tidak waspada,” ucapnya.
Pingback: Sri Mulyani: 3 Negara Asia Jadi Pasien IMF, 63 Negara Terlilit Utang - Jakarta Bersatu Pusat Informasi Ibu Kota Terkini